Stuber (2019)


Kucingpulas: 7.5/10
Genre: Aksi, Komedi
Arahan: Michael Dowse
Catatan: Bisa ditonton sambil makan

Sinopsis:

Penyidik polisi yang baru selesai laser mata memesan Uber, bukan untuk jalan-jalan, tapi untuk melakukan mencari gembong narkoba yang sudah membunuh rekannya.

Review:
Review Sekilas

Akhirnya saya nonton juga film Stuber ini. Waktu pertama kali nonton trailernya dan mendapati kalau ada Iko Uwais di sana (ditambah doi jadi antagonis), saya jadi lumayan antusias. Tapi saya belum dapat kesempatan atau bisa dibilang belum ada niat untuk menonton film ini, sampai kemarin.




Premisnya menurut saya lumayan aneh, seorang polisi yang ingin balas dendam karena rekannya terbunuh oleh penyebar narkoba lalu memesan Uber untuk menemani penyelidikannya. Serelah ditonton, saya lumayan menikmati keseluruhan filmnya, apalagi di bagian aksi Iko dan Dave. Yaps, sepertinya orang Indonesia sudah terkenal sekali dengan pertarungan tangan kosong dan kuda-kuda silat berkat film The Raid.

Di bagian awal film kalian sudah langsung ditunjukkan perkelahian yang cukup intens. Saya agak terkejut karena pergerakan kameranya bisa menyamai ritme kelahi tangan vs tangan itu (yang bahkan menurut saya lebih kece sedikit dari pertarungan tangan di jon wik 3), membuatnya jadi asik aja gitu ditonton. Untuk komedianya, Dowse menyelipkan humor ringan relatable di setiap celetukan supir Ubernya, walaupun kurang nendang tapi setidaknya cukup untuk membuat kamu tersenyum atau tertawa lewat hidung (ykwim right?).

How me handling covid19, wash ur hand stupidass


Review Besar (Contain spoiler)

Ada beberapa faktor yang membuat saya salut dengan film ini. Saya menyadari bahwa Dowse membuat film ini dengan latar yang sebagaimana adanya Amerika sambil menambahkan isu-isu yang sedang booming di masyarakat modern, seperti global warming, kesetaraan gender, LGBT, ras dll.



Isu-isu tersebut dibawakan dengan komedia yang sayangnya kurang nendang, saya bisa banget melihat potensi di film ini tapi entah kenapa Dowse kurang bisa memaksimalkan semuanya. Ada adegan yang saya ingat di film ini, soal lelaki gay yang hebat jadi penasihat spiritual, celetukan kulit putih dan kulit coklat dan mewajarkan lelaki menangis.

Oh ya, soal Iko di film ini, saya jadi sadar kalau Iko itu gak cocok jadi antagonis :'D, mukanya dan ekspresi serta aktingnya tidak menggambarkan gembong narkoba. Rasanya terlalu heroik untuk itu. Tapi sumpah, saya suka banget sama gerakan kamera waktu pertarungannya. Soalnya adegan silat, kalau kameranya steady dan gak goyang-goyang tuh bakal jadi kurang asik. Ah sayang banget, banyak poin bagus di film ini, yang kurang nonjok.


Gila di adegan ini, salut deh

Komentar

Postingan Populer